Kamis, 20 November 2014

Pisang molen asli dari jawa barat



Pisang molen adalah suatu hidangan ringan berbahan baku pisang yang dilapisi lembar-lembar adonan dan kemudian digoreng. Hidangan ini merupakan variasi dalam pengolahan dari pisang goreng.

Kado terakhir untuk sahabat

Karya Nurul Alma Febriyanti
Lima hari sebelum kawanku pindah jauh disana. Selepas makan siang, aku langsung kembali beranjak ketempat aku bermain dengan sahabatku.
“hei, kemana saja kamu? Daritadi aku nungguin” Tanya sahabatku yang bernama Alvi. “tadi aku makan siang dulu” jawabku sambil menahan perut yang penuh dengan makan siang “ah ya sudah, ayo kita lanjutkan saja mainnya” sahut Alvi. Tidak lama saat aku & Alvi sedang asyik bermain congklak, Rafid adiknya Alvi datang menghampiri kami berdua.
“kak, aku pengen bilang” kata Rafid “bilang apa?” sahut Alvi penasaran “kata bapak, sebentar lagi kita pindahan” jawab Rafid “hah? Pindah kemana?” tanyaku memotong pembicaraan mereka “ke Bengkulu” jawab Rafid dengan singkatnya “ya udah kak, ayo disuruh pulang sama ibu buat makan siang dulu” ajak Rafid ke Alvi “iya deh.. ehm.. Alma, aku pulang dulu ya aku mau makan siang” ujar Alvi “eh, iya deh aku juga mau pulang kalau gitu” sahutku tak mau kalah.

Sesampainya dirumah aku langsung masuk kedalam kamar & entah kenapa perkataan Rafid yang belum pasti tersebut, terlintas kembali ke pikiranku. “Andai perkataan tersebut benar, tak terbayang bagaimana perasaanku nanti” ujarku pada cermin yang menatapku datar “sudahlah daripada aku memikirkan yang belum pasti lebih baik aku mendengarkan musik saja” ujarku kembali sambil beranjak mengambil mp3. Tak lama kemudian aku mendengar sebuah pembicaraan, yang aku tau suaranya sudah tak asing lagi bagiku yaitu orang tuaku & orang tua Alvi sahabatku. Aku mencoba mendekati pintu kamar untuk mendengarkan pembicaraan itu. Tak lama tanganku keringat dingin, aku sudah mendapatkan inti pembicaraan ternyata benar apa yang dikatakan Rafid pada Alvi tadi siang bahwa mereka akan pindah kurang lebih sebulan lagi.

Lemas sudah tubuhku setelah mendengar kabar itu, tiba-tiba ibu mengetuk kamarku & mengagetkanku yang sedang bingung itu. *Tok3X… “Alma, kamu mengunci pintu kamarmu ya” Tanya ibu sambil mencoba membuka pintu “enggak kok” jawabku dengan lemasnya “kamu kenapa.. ayoo buka kamarmu!!” teriak ibu “iya.. sebentar” sahutku sambil membuka pintu.
“ngapain kamu mengunci kamar?” Tanya ibu.
“gak knapa2… tadi aku memang lg duduk didepan pintu” jawabku sambil menoleh keruang tamu yang berhadapan dengan kamar tidurku.
“ya sudah, tadi orang tuanya Alvi bilang kalau mereka ingin pindah bulan depan”
“iya, aku sudah tau” sahutku kembali ke kamar tidur.
“oh kamu tidak sedih kan?” Tanya ibu yang menghampiriku.
“…” tak kujawab pertanyaan ibu.
“hm.. sudahlah tak usah dibahas dulu.. sana tidur siang dulu biar nanti malam bisa mengerjakan PR” ujar ibu sembari mengelus elus rambutku.
“iya…” jawabku singkat.

Esoknya tepat dihari Minggu, matahari pagi menyambutku. Suara ayam berkokok dan jam beker menjadi satu. Tetapi, aku tetap saja masih ingin ditempat tidur. Sampai sampai ibuku memaksaku untyk tidak bermalas malasan.
“Alma, ayoo bangun.. perempuan gak baik bangun kesiangan” ujar ibu sambil melipat selimutku. “sebentar dulu lah.. aku masih ngantuk” sahutku sambil menarik selimut ditangan ibu. “itu Alvi ngajak kamu main.. ayoo bangun!!” ujar ibu kembali sambil mengeleng gelengkan kepala. “oh oke oke” sahutku semangat karena ingat bahwa Alvi akan pindah sebulan lagi. Lalu, aku langsung beranjak dan segera lari keluar kamar tidur untuk mandi & sarapan. Setelah itu Alvi tiba-tiba menghampiri rumahku
“Assalamualaikum, Alma!!” panggil Alvi dari depan rumah.
“walaikumsallam, iya!!” sahut ibuku yang beranjak keluar rumah.
“oh ibunya Alma, ada Alma nya gak?” Tanya Alvi.
“Alma nya lagi sarapan, sebentar ya tunggu dulu aja. Sini masuk” jawab ibuku.
“iya, terimakasih” sahut Alvi.

Ketika aku sedang asyik asyiknya sarapan, Alvi mengagetkanku.
“Alma, makan terus kau ini” ujar Alvi sambil tertawa. “yee, ngagetin saja kamu ini. Aku laper tau” sahutku sambil melanjutkan sarapan. “kok gak bagi-bagi aku sih” Tanya Alvi sambil menyengir kuda. “kamu mau, nih aku ambilin ya” jawabku sambil mengambil piring. “hahaha.. tidak, aku sudah makan, kau saja sana gendut” sahut Alvi sambil tertawa terbahak bahak. “ ya sudah” jawabku kembali sambil membuang muka. Tak berapa lama kemudian, sarapanku habis lalu Alvi mengajakku bermain games.
“sudah kan, ayoo main sekarang” ajak Alvi semangat.
“aduh, sebentar dong. Perutku penuh sekali ini” sahutku lemas karena kebanyakan makan.
“ah ayolah, makanya jangan makan banyak-banyak. Kalau gitu kapan mau dietnya” ujar Alvi menyindirku.
“ya sudah ya sudah.. ayoo mau main apa?” ajakku masih malas.
“Vietcong yuk tempur tempuran” jawab Alvi semangat seperti pahlawan jaman dulu.
“hah, okedeh” sahutku sambil menyalakan laptop milik ayah.

Kemudian, aku dan Alvi bermain games kesukaan kami berdua. Kami bermain bergantian, besar besaran skor, dll tidak berapa lama ibunya Alvi memanggilnya untuk pulang. “Assalamualaikum, ada Alvinya gak?” Tanya ibunya Alvi sambil tersenyum denganku. “ada-ada.. Alvi! ibumu mencarimu” kataku kepada Alvi yang sedang asyik bermain. “iya.. sebentar lagi, emangnya kenapa?” Tanya Alvi. “aku tidak tau, sana kamu pulang dulu. Kasian ibumu” ujarku sambil mematikan permainan. “huh… iya iya” sahut Alvi beranjak pulang kerumahnya.

Tak berapa lama, Alvi mengagetkanku saat aku sedang asyik melanjutkan permainan yang sedang aku mainkan. “Alma!!” panggil Alvi sambil menepuk pundakku. “Apa??” jawabku kaget. “aku pengen bilang sesuatu nih, hentikan dulu mainannya” ujar Alvi. “iya!!” jawabku agak kesal. “jadi gini.. dengarkan ya… ternyata aku akan pindah 3 hari lagi” cerita Alvi. “hah? Kok dipercepat??” sahutku memotong pembicaraan Alvi. “aku juga tidak tau, kau sudah memotong pembicaraanku saja. Sudah ya aku harus pulang ini.. bye!” ujar Alvi beranjak keluar rumah. “tunggu!! Kau serius??” tanyaku dengan penuh ketidak percayaan. “serius.. dua rius malahan” jawab Alvi sambil memakai sandal. “oh ok.. bye!!” sahutku kembali. Setelah Alvi pulang kerumahnya, aku langsung lari masuk kedalam kamar & mengunci diri. Aku tidak tau apa yang harus kulakukan sedangkan sahabatku sendiri ingin pindahan. Terlintas dipikiranku untuk memberikan Alvi sahabatku sebuah kado yang mungkin isinya bisa membuat Alvi mengingat persahabatan antara kita selamanya walaupun sampai akhir hayat nanti kita tak akan dipertemukan lagi. Ku ambil buku diary & kutuliskan cerita-cerita persahabatanku dengan Alvi. Tak lama kemudian , terpikirkan suatu hadiah yang akan kukasih dihari dia pindahan nanti lalu, aku ambil uang simpanan yang kusimpan didompetku & ku piker-pikir uangnya cukup untuk membelikan hadiah untuk Alvi.

Besoknya sehabis pulang sekolah, aku langsung berlari ke toko sepatu dekat rumahku. Ku lihat-lihat sepatu yang cukup menarik perhatianku, tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang menghampiriku.
“hai nak, kamu mencari sepatu apa?” Tanya seorang bapak yang menurutku adalah pemilik took sepatu tersebut.
“i..iya pak, maaf ada sepatu futsal tidak?” tanyaku sambil celingak celinguk kesegala rak sepatu.
“oh, ada kok banyak.. untuk apa? Kok perempuan nyari sepatu futsal?” Tanya pemilik sepatu itu sambil tertawa melihatku yang masih polos.
“bukan untukku pak, tapi untuk sahabatku” jawabku dengan polosnya.
“teman yang baik ya, memangnya temanmu mau ulang tahun?” Tanya pemilik toko itu. Entah kapan pemilik toko itu berhenti bertanyaku.
“iya” jawabku berbohong karena tak mau ditanya-tanya lagi.
“ok, sebentar ya. Bapak ambilkan dulu sepatu yang bagus untuk sahabatmu” ujar pemilik toko sepatu itu sambil berjalan ke sebuah rak sepatu.
“sip, pak” sahutku.

Tak lama, si pemilik toko sepatu itu kembali sambil membawa sepasang sepatu futsal.
“ini nak!!” kata pemilik toko sepatu itu.
“wah bagus sekali, berapa pak harganya?” tanyaku sambil melihat lihat sepatu yang dibawa oleh si pemilik toko itu.
“bapak kasih murah nak untukmu.. ini aslinya Rp. 60.000 jadi kamu bayar Rp.20.000 saja nak” jawab si pemilik toko itu sambil tersenyum.
“terima kasih banyak pak, ini uangnya” sahutku.
“iya nak, sama-sama” ujar sipemilik toko tersebut.
Setelah itu, aku kembali kerumah & mulai membungkus kado untuk Alvi. Mungkin ini hadiahya tidak seberapa, kutuliskan juga surat untuk Alvi.
Malamnya aku masih memikirkan betapa sedihnya perasaanku nanti jika sahabatku pindah pasti tidak bisa bermain bersama lagi seketika air mataku menetes & tiba-tiba ibu mengetuk pintuku. “Alma, ayo kerjakan dulu PRmu nanti kemalaman” ujar Ibu dari depan pintu kamar tidurku. “i..iya” sahutku sambil mengelap tetesan air mata yang membasahi buku yang sedang aku baca. Saat itu pikiranku masih campur aduk entah harus senang, sedih atau apa. Aku tidak bias konsen mengerjakan PR malam itu.

Besoknya disekolah, aku sering bengong sendiri sampai-sampai guruku bertanya kenapa aku seperti itu. Ku jawab saja dengan jawaban yang sangat singkat karena aku sedang memkikirkan bahwa besok lah dimana aku akan berpisah dengan sahabatku sendiri. Sepulang sekolah, aku langsung berlari memasuki kamar lagi, mengurung diri hingga malam. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahku & kuintip lewat jendela kamar. Tak lama kemudian juga Ibu memanggilku untuk keluar kamar sebentar.
“Alma, ayoo keluar sebentar. Ada Alvi nih” ajak ibu sambil membuka pintu kamarku.
“iya…” jawabku beranjak keluar kamar.
“nah kamu sudah disini, jadi begini besok kan Alvi mau pindah ayoo berpamitan dulu” ujar ibuku.
“Alma!!” peluk ibunya Alvi kepadaku. “maafin tante sama Alvi beserta keluarga ya jika punya salah sama kamu, ini tante ada sesuatu buat kamu” kata ibunya Alvi sambil memberiku sekotak coklat.
“i..i..iya” sahutku tak bisa menahan perasaan & sejenak kuingat bahwa aku juga punya hadiah untuk Alvi.
“Alvi, ini ada hadiah buat kamu. Terima ya” ujarku mulai menangis.
“iya. Alma jangan nangis dong” jawab Alvi.
“aku..” sahutku semakin sedih.
“sudah kamu tidak usah sedih nanti suatu saat kalian bisa ketemu kembali kok, ibu yakin” kata ibu sambil menghapus air mataku.
“ya udah, Alma jangan nangis ya… oh iya ini tante kasih no telp. Tante biar nanti kalau Alma kangen sama Alvi bisa sms atau telepon ya” ujar ibunya Alvi sambil menghapus air matanya pula yang hendak menetes.
“iya..” jawabku sambil masih menangis.
Malam pun tiba, Alvi dan keluarganya pun berpamit & harus segera pulang. Aku pun kembali ke tempat tidur & mulai menangis. Ku gigit bantal yang ada didekatku tak tahan aku melihat hal tadi.

Esoknya, tepat dipagi hari. Suara mobil kijang mengagetkanku & bergegas aku keluar. Ku lihat Alvi & keluarganya sudah bersiap-siap untuk berangkat, tubuhku mulai lemas ibu pun mengagetkanku untuk segera bersiap siap sekolah. Sebenarnya aku ingin tidak sekolah dulu hari itu tapi bagaimana juga pendidikan yang utama. Aku bergegas kesekolah tapi sebelum itu, aku berpamitan dengan Alvi lagi.
“Alvi!!” panggilku dari jauh.
“Alma!!” jawabnya sambil mendekatiku.
“jaga dirimu baik baik disana ya kawan, semoga banyak teman-teman barumu disana & jangan lupakan aku” ujarku mulai meneteskan air mata.
“iya, kamu tenang. Kalau kamu sedih kepergianku ini tidak akan nyaman” sahutnya sambil memberiku tissue.
“iya… terima kasih” jawabku kembali sambil menghapus airmata dengan tissue yang diberikan oleh Alvi.
“oh iya Alma, thanks ya buat kadonya itu bagus banget… aku juga udah baca suratnya… terima kasih banyak ya… akan kujaga terus kado mu” ujar Alvi menatapku.
“iya.. sama-sama karena mungkin itu kado terakhirku untukmu kawan” sahutku sambil tersenyum tak menunjukkan kesedihan lagi.
“kau memang sahabat terbaikku selamanya” kata-kata terakhir Alvi yang ia ucapkan kepadaku. Disitulah aku berpisah & disitulah aku harus menempuh hidup baru, juga makna dari sebuah persahabatan tanpa menilai kekurangan seorang sahabat.

Sebuah janji

Sebuah Janji
Oleh: Rai Inamas Leoni

“Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis…”
***

Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.

“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.

“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.

Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.

Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.

Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.

“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
***

“Wina….”

Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.

“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.

“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”

“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.

“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.

“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”

“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.

Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”

“Tau ah gelap!”
***

Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.

“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.

Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”

Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.

“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.

Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***

Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.

“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.

“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.

“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!

“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.

Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.

Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”

“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”

Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.

Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.

“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.

“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”

“Nggak apa-apa dari hongkong!?”
***

Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.

“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.

“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.

“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.

“Nggak.”

“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…

Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.

Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.

“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”

“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.

“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”

Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?

“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.

Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.
***

Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”

“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.

    Dear wina,

    Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue. 


“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”

“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.

“Janji..” gumam Wina lirih.
***

Teman yang tak biasa

Aku mempercepat kayuhan sepeda ku, untuk mencapai sekolah ku yang baru karena hari ini hari pertamaku masuk smp. Aku baru saja pindahan dari jakarta ke surakarta karena pekerjaan ayah.
Akhirnya, aku sampai juga di sekolah. Aku segera menaruh sepeda di parkiran sekolah, saat aku menuju ke kelas ku yang baru tiba-tiba aku tak sengaja menabrak seorang anak perempuan. Sontak anak perempuan itu pun terkejut dan jatuh, aku segera menolongnya “maaf ya, kamu gak apa-apa kan?” Tanya ku sambil menolongnya bangkit dari jatuh.
“aku gak apa-apa, tapi kalo jalan liat-liat dong. kalo aku luka gimana?” Jawab perempuan itu dengan sedikit membentak.
“ya ya maaf lah kalo gitu, oh ya, maaf aku lagi buru-buru”. ucap ku sambil berlari menuju kelas yang aku tuju.
Wali kelas ku yang baru sudah datang, aku segera bergegas menuju kelas. Aku segera mencari bangku yang kosong dan di situlah aku duduk dengan teman baru. “anak-anak, nama ibu guru adalah ibu endang sri. Kalian biasa panggil ibu sri.” ucap bu sri dengan ramah.
“baik bu guru.” Anak-anak menjawab serempak
Setelah itu di adakan MOS sekolah yang dihadiri oleh siswa-siswa baru, setelah MOS berlangsung 2 jam bel istirahat berbunyi semua siswa menuju kantin sekolah kecuali aku melihat anak duduk di taman membaca buku. Akhirnya aku mendekatinya dengan langkah pelan “kok kamu gak ke kantin?”. Tanya ku dengan pelan.
“eh, kamu siapa?.” Balas anak itu dengan penasaran.
“oh ya, kenalkan namaku Bara. Anak kelas 7 f. Nama kamu siapa?”.
“nama aku Rangga anak kelas 7f”.
“berarti kita sekelas dong”.
“iya yah”. Kami pun saling berjabat tangan dan bermain bersama. Sedih maupun senang selalu ada dalam hari-hari ku tapi setelah 3 tahun bersamanya aku berpisah dengan sahabat ku yang kukenal pendiam, ramah dan selalu membantu ku.
Satu hal yang tak bisa aku lakukan padanya yaitu mengalahkan nilainya yang sangat baik di kelas.
Sebelum kami berpisah ia berpesan padaku agar suatu saat tidak melupakannya. Namun 7 tahun berlalu, kini aku sudah menjadi seorang maneger perusahaan yang terkenal. Saat pulang aku melihat sebuah konstruksi bangunan yang belum jadi, sebelum pulang aku ingin membeli sesuatu di dekat bangunan konstruksi itu, tiba-tiba ada orang yang menepuk pundak ku dari belakang “Bara, ini beneran kamu?”. kata orang tersebut sembil menunjuk ku.
“iya benar, anda siapa?”.
“ini aku Rangga teman smp mu dulu.
“benar kah?”. kataku sambil terkejut.

Dinding sekolah rahasia

Senin pagi…
Tok… tok… tok…
Seseorang mengetuk pintu kamarku dari luar. Pintu sengaja aku kunci, karena aku benar-benar gak mau di ganggu semaleman.
“klara, bangun!!! Dari semalem, mama pulang sampai sekarang pintu masih di kunci aja” ternyata itu suara mama. “sudah sholat subuh belum?” teriak mama sekali lagi. Dilanjutkan langkah kaki mama meninggalkan depan kamarku. Setelah mendengar jawabanku.
Aku mengucek kedua mataku, ku lihat wajahku di cermin. Ya, sudah kuduga. Mata panda, rambut berantakan, pipiku turun ke bawah. Aku bagai monster.
“selamat pagi mata panda!!!” seruku di depan cermin, lalu ku tarik garis di sudut bibirku, walaupun, tidak mengurangi wajah burukku di pagi yang cerah ini. Setidaknya itu lebih baik.
Ku tarik langkah kakiku ke pintu kamar. Perlahan ku buka kunci kamar itu lalu bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu.
Seusai sholat subuh, aku bersiap mandi. Walaupun sudah mandi pun, mataku tetap terlihat habis nangis. Oh no!!
Hari ini akan lebih indah dari pada kemarin, aku yakin itu. Walaupun aku harus melihat mantanku, Kevin di kelas. Walaupun, Bram akan mengejek mata pandaku, ataupun Karin akan menyombongkan diri dengan kecantikannya lebih dari pada aku. Hidup harus terus berjalan.
Aku merias diri di kamar, seragam lengkap dengan balutan rompi hitam bergradasi merah. Rok selutut kotak-kotak merah hitam. Bandana merah, dengan jam tangan merah di tangan kiri. Mata pandaku ku tutupi dengan eyeliner. Ku poles bedak tipis. Dan berhasil, aku terlihat jauh lebih segar.
“Klara, makan dulu!!” triak mama.
“iya ma, sebentar”
Aku menuju ruang makan dengan sepatu kets merah, dan tas merah berisi buku-buku tulis. Dan sisanya buku besar-besar ku jinjing dengan satu tangan.
“Ra, besok aku ada band di kampus, kamu datang ya?” Kak Bayu, kakak laki-laki ku, menegurku sebelum aku sempat duduk di kursi makan. Aku yang masih terkena sindrom galau gara-gara kejadian kemarin siang malas untuk menanggapi. “Ra, kamu denger gak sih?”
“ha? Iya aku denger. Gak janji ya kak” jawabku malas.
“sssttt, ini kita lagi di depan makanan, jangan ribut!!” mama menengahi keluhan kak Bayu. Keluhannya semakin terdengar ketika mama memotong perkataan kak Bayu tentang rencanya yang sama sekali tidak aku dengar.
Aku masih sibuk mengenang kejadian kemarin siang. Saat rumah sedang sepi. Saat kakak sibuk di studio musik. Saat mama sedang bekerja. Saat Kevin datang dengan kata-kata naifnya.
“aku gak sayang sama kamu, dan aku lelah dengan semua ini. Aku ingin tenang dan gak mikirin semua ini. Aku ingin bebas.”
“Ra, kita putus”
Kepalaku pusing mengingat kejadian kemarin. Ia berkata seperti itu hanya untuk gadis lain. padahal hubungan kami sudah hampir satu tahun lamanya. Aku tidak tau kenapa ia berubah secepat itu. Mungkin ia benar-benar selingkuh.
Seperti sebelumnya, seperti biasanya. Ia mengkhianatiku dengan cara itu. Untungnya ia sudah memilih pergi, dan jika ia kembali, aku tak mau memaafkannya lagi. itu terlalu menyakitkan bagiku.
“Klara, kamu gak makan?” kak Bayu mengagetkanku, aku baru sadar kalau aku masih di meja makan. Dan aku baru sadar kalau mama sudah pergi ke kantor. Dan aku juga baru benar-benar sadar kalau dari tadi aku hanya mengaduk-aduk makananku dengan sendok.
“Klara” sekali lagi kakak ku yang bawel itu mengagetkanku.
“apaan sih kak?!” jawabku ketus.
“hello!! Lo pikir napa?? Ni udah jam berapa tukang ngayal??”
Aku melirik jam dinding di ruang makan. OMG jam 06.50. Aih!! Telat sekolah!!! Gawat gawat gawat. “kenapa kakak gak kasih tau aku?”
“ya ampun Klara, adekku tersayang!! Kamu pikir dari tadi aku ngapain disini?! Aku juga telat gara-gara kamu!”
Aku menepuk jidatku dan begegas dengan tas punggungku.
Kak Bayu ikut sibuk melihatku terburu-buru.
Di sekolah.
Pintu gerbang tutup 5 menit sebelum aku sampai tepat di depan gerbang. Aku mengerucutkan ujung bibirku protes terhadap kak Bayu, aku menyalahkan motornya yang lelet. Yang diprotesin malah mengangkat kedua bahunya lalu pergi dengan MoGe-nya, untuk kuliah.
Gak Cuma aku sih yang telat hari ini. Masih ada 3 siswa disana -di depan gerbang- yang ketiganya gak aku kenal. Ada yang memang beda kelas, ada juga yang adik atau kakak kelas. Ini benar-benar hari sial! Batinku.
Aku mengamati keadaan sekitar, berharap ada jalan lain yang bisa aku lewati, atau setidaknya ada tempat yang bisa aku singgahi sebelum bel istirahat pertama tiba. Tapi kemana?
Aku menarik ujung tali tas ku, berjalan meninggalkan gerbang setelah tidak berhasil merayu pak satpam yang berjaga. Satpam baru itu sungguh tegas dan disiplin. Aku menendang kaleng pepsi di jalanan. Sebagai ungkapan rasa kesalku.
Tiba-tiba seseorang berseragam sama denganku terlihat memasuki sebuah lorong aneh, tidak di antara tiga orang yang telat bersamaku tadi. Aku memilih mengikuti langkahnya, perlahan sampai tidak di dengarnya. Diam diam tapi pasti.
Aku berjalan mengikutinya sampai aku menemukan dia di dekat tebing rendah yang mudah untuk dilompati. Aku melihat caranya melompat dan menghilang. Ada tempat seperti ini kah di sekolahku? Aku baru tau. Aku mencoba mengikutinya setelah agak lama berselang. Lebih baik jaga jarak dari orang tadi. Setidaknya aku tau jalan masuk sekolah tanpa ketauan pak satpam.
Tebing itu ternyata berada di belakang gudang sekolah. Aku berjalan melenggang ke arah kelas. Tak ada yang tau. Ini keren! Ditambah ternyata kelasku itu sedang ada jam kosong. Aku masuk kelas dengan langkah gaya sambil bersiul kecil. Tersenyum menyebalkan ke arah Kisya, teman sebangku ku.
“kamu telat Ra?” tanyanya padaku setelah memasang tampang sinis.
Aku tertawa lepas dan mengangguk mantap.
“kok bisa masuk?” tanyanya lagi.
“kamu lupa? Aku kan bisa sulapan sekali kedip langsung pindah. Tuing!” aku mengedipkan mataku, mencandai Kisya.
Wajah Kisya terlihat lucu melihat candaanku. “dasar ngilfilin!!!” protesnya. “hmm, katanya lagi galau? Perasaan dilihat-lihat happy-happy aja”
Aku terperanjat dengan kata-kata Kisya pagi ini. Ah iya. Hampir lupa aku kalau hari ini aku lagi galau berat. Ini gara-gara efek terlalu seneng bisa nemuin jalan rahasia. Wajahku berubah 180 derajat kembali muram. Ditambah seseorang dengan tampang menyebalkan masuk kelas dengan gaya super soknya, Kevin.
Kevin berjalan dengan gaya. Tasnya hanya di gantungin satu di bahu kanannya. Rambutnya dibasahi sehingga berdiri beberapa centi. Ia melirikku sebentar dan menarik salah satu sudut bibirnya, terlihat sombong dan angkuh. Lalu melengos mengalihkan perhatian dari wajahku yang membiru. Aku kesal, benar-benar kesal. Terkutuk kau Kevin!!!
Seandainya saja aku tidak satu kelas dengannya ini pasti akan mudah. Tapi, ternyata tidak semudah itu. Ia disana duduk dengan gayanya dan kulihat seorang gadis berparas bak model itu berjalan menghampirinya, setelah menatap hina ke arahku.
“sabar ya Ra, semoga aja mereka dapat dapet balasannya.” Seolah tau, Kisya menghiburku. Aku mengangguk lemah. Disana gadis itu asik mencandai Kevin, dan Kevin terlihat bahagia. Aku menghembuskan nafas berat.
Gak ada yang lebih indah dari pada sabtu pagi.
Meski tiap hari sabtu aku telat masuk sekolah gara-gara kesiangan. Tapi, sekarang adalah perkara mudah untuk masuk sekolah tanpa ketauan pak satpam. Dan beruntung, tiap sabtu pagi Pak Joko juga selalu telat masuk karena harus menjadi dosen pembimbing salah satu muridnya di universitas yang tidak jauh dari sekolahku.
Setiap malam sabtu aku srlalu isi dengan nonton film di bioskop bareng temen-temen grup sepeda. Yang rata-rata sudah lulus sekolah. hang out ini sengaja aku gunakan untuk menghilangkan rasa galau yang selalu merayapi di dinding hatiku.
Ditambah lagi seminggu setelah aku dan Kevin putus, Kevin dan Karin jadian tepat di depanku. Tepatnya di kantin sekolah. Dan saat itu aku ada di sana. Menyesakkan.
Dan ini aku sekarang sedang berusaha melompati dinding rendah yang biasa aku gunakan untuk masuk ke sekolah. Hup! Teriakku berhasil melewati dinding itu. Terdengar suara tepuk tangan kecil di sebelah kananku. Aku menengok ke kanan. Seseorang disana tersenyum girang melihat aksiku. wajahku memerah karena malu.
“sejak kapan kamu disini?” tanyaku panik.
“setiap pagi aku disini, melihat gayamu melompat. Sampai aku hafal setiap hari apa saja kamu terlambat. Sabtu pagi.”
Aku beringsut. Aku melihat tas punggungnya, oh rupanya ini orang yang dulu aku ikutin? Aku melihat wajahnya. terlihat asing. Tapi pernah lihat.
“ngapain lihat-lihat?” tanyanya sambil melihatku yang sedang meneliti detail setiap inci makhluk menyebalkan di depanku.
“eh, kamu siapa? Kelas berapa?” tanyaku hanya sekedar memastikan.
“malah ngajak kenalan! Gak penting! Silahkan kamu pergi dari sini!”
“yeee!! Biasa aja kali mas!” aku kesal sendiri. Aku lebih memilih pergi menghentakkan kakiku dan berlalu begitu saja. Tanpa melihat ke belakang lagi.
Aku kesal hari ini aku ketauan.
Setelah kejadian di belakang gudang sekolah itu, aku dibuat penasaran dengan cowok berwajah manis itu. Aku memilih untuk terlambat seokolah setiap hari. Sampai kak Bayu marah-marah karena kelakuanku yang memperlambat makan dan mandi. Tapi, aku tidak peduli. aku harus ketemu cowok itu. karena setiap aku cari di sekolah ia tak pernah terlihat ada. Aku sempat berfikir apa ia masih punya ruangan tersembunyi lagi. Aku tidak tau. Dan aku harus cari tau.
Sial, hari ini pun aku tidak melihatnya. Padahal aku sudah memperkirakan waktu yang tepat agar bisa bertemu dengan orang itu, dan supaya terlihat tidak sengaja sedang mencarinya. karena setiap bertemu, ia tak pernah memberitau nama dan kelasnya. Ia benar-benar susah untuk dicari informasinya. Mengingat nama dan kelasnya saja aku tak tau. Sedang di sekolah ini banyak nama dan kelas yang bisa jadi kemungkinan untuk informasi tentang cowok itu.
Tiap istirahat sekolah ia juga tak ada dimana-mana. Di kantin, di kelas-kelas, di perpustakaan. Dimanapun ia tak ada. Apa jangan-jangan dia hantu?
“ada apa sih Ra?” Tanya Kisya di sela-sela jam istirahat. “sekolah terlambat, istirahat selalu ngilang, pelajaran nglamun. Udahlah lupain Kevin, Ra. Dia gak baik buat kamu”
Aku kaget mendengar ungkapan Kisya padaku. “bukan Kevin. ini gak ada hubungannya dengan Kevin!” teriakku.
Tidak jauh dari tempatku dudukku, Karin mendengar ucapanku. Ia tertawa sinis melihatku. Membuatku berpaling dan melototkan mataku untuk menyuruhnya diam. Ia malah semakin girang melihat ekspresiku. “Udahlah Ra, terima saja. Kevin itu skarang milikku.”
“ambil saja BEKAS PACARKU karena sekarang aku gak butuh!”
Kevin yang baru saja masuk kelas dan mendengar ucapanku, tiba-tiba datang dan menampar wajahku. Aku kaget pipiku merah mataku berlinang. Sakit.
Aku berlari meninggalkan kelas terus berlari melewati lorong. Berlari terus hingga aku menemukan sebuah tangga, aku turun ke bawah dan terlihat disana taman yang indah. Aku baru tau ada tempat seperti ini di sekolahku.
Perasaanku tiba-tiba merasa aneh. Sakit hati tadi. Dan penemuanku atas taman ini adalah perasaan yang sangat kontras. Dari prasaaan sakit hati berubah menjadi perasaan damai dan tenang.
“e’hem!!” seseorang berdeham di belakangku.
Aku menoleh dan ternyata aku dapati seorang laki-laki sedang duduk sambil menikmati puntung rok*k di tangannya.
“kamu?” aku kaget melihatnya. orang misterius yang aku cari selama ini.
“ya, kenapa?” ia tersenyum simpul. “mau rok*k?”
Aku menggeleng “aku gak merok*k, apa yang kamu lakukan disini? Dan berapa tempat yang kamu ketahui sebagai tempat rahasia?”
“disini aku sedang merok*k, apa kamu gak lihat nona? Hmm, Ada banyak. Tapi disini favoritku, bagaimana kamu tau tempat ini?”
Aku menggeleng. Laki-laki itu tersenyum. Pasti ia tau aku habis menangis. dan ia tau, pasti aku tak sengaja menemukan tepat persembunyiannya.
“aku Anto. Kelas 11 IPA 5. Dan aku tau kamu pasti Klara. Kelas 11 IPA 2”
“bagaimana kamu bisa tau?”
Anto seperti mengabaikan pertanyaanku tapi sepertinya dia ingin mengatakan itu tidak penting ia tau darimana.
Ia bercerita bahwa sejak ia melihaku melompati dinding belakang sekolah ia sering mengamati ku di setiap tempat. Ia takut kalau aku akan melapor kepada guru BP. Bahkan ia tau kalau selama ini aku mencari-cari sosoknya, dari caraku menatapi orang-orang sekitar dan mengamati setiap ruang kelas. Makanya ia bersembunyi. Membiarkan aku dalam ruang penasaran. Dan tiba-tiba aku malu mendengar ceritanya. Aku terlihat sangat bodoh.
Dan di sinilah kita bertemu. Di tempat yang katanya tempat favoritnya. Dengan tidak sengaja. Dan entah kenapa hubungan ku dengan Kevin, ku ceritakan kepada Anto dengan mengalir apa adanya. Dan Anto dengan setia mendengarkanku. Dan ia juga cerita alasannya mengapa ia merok*k. Itu karena ia kesal pada Ayahnya yang suka mengatur kehidupannya.
Anto sengaja mencari tempat-tempat persembunyian di sekolah agar terhindar dari guru BP saat merok*k. Ia juga sering terlambat sama sepertiku karena ia harus menemui Ibunya yang berada di rumah sakit jiwa. Ibunya gila karena stress, adiknya meninggal saat dilahirkan.
Hari-hari ku jalani berteman dengan Anto di tempat-tempat rahasia di sekolah. Kita belajar bersama membuat ide-ide cemerlang, terlambat bersama dan saling mengenal sebagai seorang sahabat. Dan sejak saat itu, Anto belajar untuk mengurangi rok*knya.
Kabar terakhir kudengar Kevin dan Karin putus karena Karin selingkuh dengan sahabat Kevin. Ia kepergok sedang jalan berdua ke kebun binatang. Kabarnya, Karin memang orang yang mudah jatuh cinta.
Dan terlihat guratan sebal di wajah Kevin ketika aku duduk berdua dengan Anto di kantin sekolah. Tapi, aku tidak peduli.
Kukenalkan semua tempat rahasia kami kepada Kisya. Dan sempurna kami bertiga -Aku, Anto dan Kisya- berbagi ilmu dan berbagi canda. karena bagi kami persahabatan lebih indah dibandingkan hal lainnya.
Ternyata Anto orangnya seru juga lho.
Nyesel pernah pacaran dengan Kevin, ups!
Cerpen Karangan: Ezzah Nuranisa
Facebook: Ezzah Siipengkhayal